Monday, June 21, 2010

Multi Level Marketing (MLM) Asing Asal Malaysia Siap Bangun Pabrik di Indonesia

Multi Level Marketing (MLM)
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Perusahaan Multi Level Marketing (MLM) asal Malaysia K-Link memastikan akan membangun pabriknya di Sentul Bogor.

Hal ini merupakan jawaban dari upaya dorongan agar para perusahaan Multi Level Marketing (MLM) asing tidak hanya memasarkan produknya di Indonesia tetapi membangun pabrik.

"Kita sudah membeli tanah di Sentul Bogor seluas 18.000 m2 untuk membangun pabrik. Hanya menunggu IMB saja," kata Presiden Direktur PT K-Link Indonesia Radzi Saleh di kantor MUI Senin (21/6/2010)

Ia menjelaskan pembangunan pabrik ini rencananya bisa dilakukan dua bulan kedepan. Itu merupakan bagian pemindahan pabrik K-Link yang ada di Malaysia ke Indonesia.

Radzi menjelaskan nantinya pabrik tersebut untuk tahap awal hanya memproduksi 1-2 produk dari total 35 produk yang dimiliki K-Link. Sebanyak 1-2 dari produk itu umumnya produk yang permintaannya cukup tinggi seperti chlorophyll

"Nantinya bukan hanya di pasarkan dalam negeri tapi bisa ekspor juga," jelasnya.

Ia menambahkan investasi pabrik ini akan menelan dana kurang lebih Rp 20 miliar.

Pada tahun 2009 K-Link memiliki omset Rp 800 miliar yang pada tahun 2010 ditargetkan bisa tumbuh 12-18%.

K-Link merupakan MLM yang menjual produk-produk kebutuhan rumah tangga seperti pasta gigi, sikat gigi, shampoo bahkan produk-produk kesehatan dan kecantikan pun dijual melalui sistem MLM, saat ini sebagian masih impor dari Malaysia.

MUI: Majority Multi Level Marketing (MLM) Tak Terjamin Kehalalannya

Multi Level Marketing (MLM)
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Dari ratusan perusahaan Multi Level Marketing (MLM) yang ada di Indonesia hampir mayoritas tak terjamin kehalalannya dari sisi produk maupun sistemnya.

Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat dari sekian kurang lebih 650 MLM yang pernah ada di Indonesia hanya 5 MLM yang sudah mengantongi status MLM syariah dari DSN MUI.

Kelima MLM itu antara lain PT Ahad Net Internasional, PT UFO BKB Syariah, PT Exer Indonesia, PT Mitra Permata Mandiri dan PT K-Link Nusantara.

"Selebihnya tidak dijamin kehalalannya dari sisi produknya, sistemnya, pembagian bonusnya dan lain-lain," kata Anggota DSN MUI Mohamad Hidayat di gedung MUI, Jakarta, Senin (21/6/2010).

Hidayat menjelaskan ada katagori MLM yang berada di Indonesia yaitu yang sudah berbasis syariah dan konvensional. Khusus untuk konvensional yang sudah diverifikasi atau menjadi anggota Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia (APPLI) hanya ada 65 perusahaan.

"Diluar yang 5 itu sebenarnya sudah ada 15 perusahaan yang mengajukan tapi kita tolak," katanya.

Dikatakannya untuk mendapatkan MLM bersertifikasi syariah sangat ketat, setidaknya ada 12 prinsip yang harus dipenuhi oleh MLM yang mengajukan ke DSN dan lulus mendapatkan sertifikat.

Ia menjelaskan saat ini banyak MLM yang bermunculan dan tak jelas legalitas perizinannya apalagi dari sisi aspek syariah. MLM-MLM semacam itu, lanjut, Hidayat, cenderung seperti money game yang hanya muncul lalu dua tahun kemudian menghilang.

"Sertifikasi syariah, kita tidak gegabah memberikan kepada sembarang MLM," tegasnya.

Ia menambahkan sampai saat ini MUI tidak mengeluarkan fatwa haram bagi MLM konvensional di luar syariah. Namun MUI hanya mengeluarkan fatwa soal fatwa pedoman penjualan langsung berjenjang.

MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa Nomor 75 tahun 2009 mengenai pedoman penjualan langsung berjenjang (syariah). Pada fatwa itu setidaknya ada 12 prinsip yang tak boleh dilanggar oleh pelaku usaha MLM.

Beberapa prinsip itu antara lain, transaksi harus ada objeknya, kualitas barang harus bagus setidaknya halal, harus mengusung keadilan, tranksi tak mengandung riba, komisi perusahaan harus diberikan berdasarkan prestasi, bonus diberikan kepada yang melakukan transaksi, tak boleh ada bonus yang masif, tidak boleh ada iming-iming berlebihan, tak boleh ada eksploitasi bonus, mitra usaha wajib membina mitra bawahnya, tidak ada mengarah money game.

MUI: Hati-hati Money Game Berkedok Multi Level Marketing (MLM)

Multi Level Marketing (MLM)
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidan mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam terjun di bisnis Multi Level Marketing (MLM). Bisnis MLM bersifat halal sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Masyarakat diminta mempertimbangkan kehalalan sebuah produk dan sistem MLM syariah sangat penting.

"Transaksinya harus ada obyeknya, kalau tidak riil itu namanya money game," kata Ketua MUI Amidan dalam acara penyerahan sertifikasi MLM syariah kepada PT K-Link Indonesia, di kantor pusat MUI, Jakarta, Senin (21/6/2010).

Amidan menegaskan, jika dikelola dengan baik konsep bisnis MLM banyak memiliki kemaslahatan bagi umat. Saat ini bisnis MLM ada yang dikembangkan secara konvensional dan syariah.

"Selama ini MLM berkembang bermacam-macam, ada juga yang palsu," katanya.

Menurut Amidan, MLM syariah memiliki sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki MLM konvensional antara lain mengangkat derajat ekonomi ummat melalui usaha yang sesuai dengan tuntunan syari'at Islam dan menjamin konsumen menggunakan produk-produk halal dan thayyib.

Amidan juga mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak praktik bisnis money game, berkedok MLM. MUI telah mengharamkan bisnis money game. Menurut Amidan, antara money game dan MLM, sepintas memang tidak ada bedanya. Namun jika diteliti lebih dalam, money game tidak memiliki produk atau jasa yang dijual. Jika ada, hanya untuk kedok saja.

Selain itu, yang mendaftar lebih dulu berpotensi mendapatkan keuantungan dengan mengorbankan yang belakangan. Pada MLM tersebut, anggota tidak perlu kerja apa-apa. Hanya setor uang dan menunggu hasil.

Sedangkan kehadiran bisnis MLM syariah, menurut Amidan, merupakan solusi dari banyaknya praktik penipuan berkedok MLM termasuk model bisnis riba.

MLM syariah melarang upline memperoleh keuntungan secara pasif dari kerja keras downline. Dengan begitu, kepentingan member lebih terproteksi dari praktik penipuan berkedok MLM.

Sementara itu, Presiden Direktur PT K-Link Indonesia Mohamad Radzi memperkirakan lisensi MLM syariah yang dikantonginya, akan berdampak besar bagi peningkatan kinerja perusahaannya.

Radzi optimis jumlah member dan omset produk-produk K-Link Indonesia akan meningkat pesat. Pada tahun 2010 jumlah member K-Link Indonesia telah mencapai 2 juta orang dengan perputaran omset Rp 100 milyar per bulan.

Optimisme tersebut, menurut Radzi tidak berlebihan, karena adanya kepastian bahwa produk yang diperdagangkan halal dan prinsip usahanya tidak eksploitatif.

Untuk memastikan prinsip usahanya sesuai syariah Islam, maka K-Link Indonesia telah membentuk Dewan Pengawas Syariah yang didalamnya beranggotakan para ulama.

Dewan syariah nasional MUI, telah menetapkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi bagi MLM yang memenuhi katagori syariah. Syarat yang dikeluarkan MUI sangat ketat.

Untuk mendapat sertifikasi syariah, sebuah perusahaan MLM harus dapat membuktikan bahwa produk yang dijual halal, thayyib atau berkualitas dan menjauhi syubhat atau sesuatu yang masih meragukan.

Selain itu, perusahaan MLM tersebut juga harus menerapkan praktik bisnis yang sesuai syariah, yakni sistem akad jual belinya sesuai hukum Islam dan struktur manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama yang memahami masalah ekonomi.

Sistem yang digunakan tidak merugikan anggotanya. Antara lain tidak adanya excessive mark up harga barang atau harga barang di mark up sampai dua kali lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.

Formula intensif harus adil yaitu tidak menempatkan upline hanya menerima passive income dari hasil jerih payah downline-nya.

Pembagian bonus harus mencerminkan usaha masing-masing anggota, tidak ada eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang akhir, dan bonus yang diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.

MUI sejauh ini telah mengeluarkan fatwa Nomor 75 tahun 2009 mengenai pedoman penjualan langsung berjenjang (syariah). Pada fatwa itu setidaknya ada 12 prinsip yang tak boleh dilanggar oleh pelaku usaha MLM.

Beberapa prinsip itu antara lain, transaksi harus ada objeknya, kualitas barang harus bagus setidaknya halal, harus mengusung keadilan, tranksi tak mengandung riba, komisi perusahaan harus diberikan berdasarkan prestasi, bonus diberikan kepada yang melakukan transaksi, tak boleh ada bonus yang masif, tidak boleh ada iming-iming berlebihan, tak boleh ada eksploitasi bonus, mitra usaha wajib membina mitra bawahnya, tidak ada mengarah money game.